Dalam tradisi Wales, nama Arthur disebut-sebut dalam Syair kuno Pa Gur Yv Porthair. Penggalan syair itu menceritakan sekelumit kisah pertempuran Arthur melawan werewolf (serigala jadi-jadian). Nama Arthur pertama kali muncul dalam puisi Y Gododdin yang berasal dari abad ke-7 M. Dalam puisi karya Aneirin ini, Arthur tidak terlalu banyak dibahas. Aneirin hanya menyebutkan Arthur sebagai orang perkasa yang “tidak dapat dibandingkan kehebatannya dengan orang lain sezamannya”. Kisah tentang Arthur lainnya terdapat dalam Culhwch and Olwen dan Dream of Rhonabwy dari abad ke-11. Tetapi mungkin sumbernya lebih tua lagi umurnya.
Di luar tradisi Wales, nama Arthur dikenal pertama kali dalam De Excidio Britanniae karangan St. Gildas, seorang pendeta dari Inggris Utara pada pertengahan abad ke-6. Tetapi karangan ini lebih banyak menuturkan masa akhir kekuasaan Romawi di Inggris dan lahirnya raja-raja baru. Gildas lebih banyak membicarakan Ambrosius Aurelianus dan pertempurannya di Badon. Ia hanya sedikit menceritakan sekelumit cerita tentang Arthur. Menurut cerita itu, Arthur adalah pemimpin bangsa Wales yang menyunting Guinevere, seorang putri dari negara di bagian Inggris Selatan. Pasangan ini tidak mempunyai anak. Arthur akhirnya gugur dalam pertempuran. Saat itu nama-nama seperti Merlin, Morgana le Fay atau pun Launcelot belum lagi muncul.
Nennius dari Bangor Fawr (Gwynedd) menceritakan 12 pertempuran Arthur melawan bangsa Saxon dan Kelt. Pertempuran yang paling hebat adalah pertempuran yang berlangsung di bukit Badon (Badon Hill). Kisah-kisah pertempuran itu terdapat dalam buku Historia Brittonium dari abad ke-9. Tetapi nampaknya Nennius bukanlah penulis aslinya. Ia hanya menerjemahkan naskah kuno Wales ke dalam Bahasa Latin. Arthur dikisahkan lebih lengkap dalam Annales Cambriae. Buku yang menceritakan rentang sejarah Inggris dari tahun 447 sampai 957 M, ini menceritakan banyak kejadian penting tentang kehidupan Arthur. Dua kejadian paling penting yang diceritakannya adalah pertempuran Badon yang menewaskan 900 orang Anglo Saxon dan kematian Arthur dan Medrout (Mordred) dalam peperangan di Camlann. Namun, menurut Nennius, Arthur bukanlah seorang raja. Arthur hanyalah seorang Dux Bellorum atau panglima perang yang bekerja untuk Raja Britania Raya dalam peperangannya mengusir Bangsa Saxon.
Raja Arthur yang Sebenarnya
Di luar tradisi Wales, nama Arthur dikenal pertama kali dalam De Excidio Britanniae karangan St. Gildas, seorang pendeta dari Inggris Utara pada pertengahan abad ke-6. Tetapi karangan ini lebih banyak menuturkan masa akhir kekuasaan Romawi di Inggris dan lahirnya raja-raja baru. Gildas lebih banyak membicarakan Ambrosius Aurelianus dan pertempurannya di Badon. Ia hanya sedikit menceritakan sekelumit cerita tentang Arthur. Menurut cerita itu, Arthur adalah pemimpin bangsa Wales yang menyunting Guinevere, seorang putri dari negara di bagian Inggris Selatan. Pasangan ini tidak mempunyai anak. Arthur akhirnya gugur dalam pertempuran. Saat itu nama-nama seperti Merlin, Morgana le Fay atau pun Launcelot belum lagi muncul.
Nennius dari Bangor Fawr (Gwynedd) menceritakan 12 pertempuran Arthur melawan bangsa Saxon dan Kelt. Pertempuran yang paling hebat adalah pertempuran yang berlangsung di bukit Badon (Badon Hill). Kisah-kisah pertempuran itu terdapat dalam buku Historia Brittonium dari abad ke-9. Tetapi nampaknya Nennius bukanlah penulis aslinya. Ia hanya menerjemahkan naskah kuno Wales ke dalam Bahasa Latin. Arthur dikisahkan lebih lengkap dalam Annales Cambriae. Buku yang menceritakan rentang sejarah Inggris dari tahun 447 sampai 957 M, ini menceritakan banyak kejadian penting tentang kehidupan Arthur. Dua kejadian paling penting yang diceritakannya adalah pertempuran Badon yang menewaskan 900 orang Anglo Saxon dan kematian Arthur dan Medrout (Mordred) dalam peperangan di Camlann. Namun, menurut Nennius, Arthur bukanlah seorang raja. Arthur hanyalah seorang Dux Bellorum atau panglima perang yang bekerja untuk Raja Britania Raya dalam peperangannya mengusir Bangsa Saxon.
Raja Arthur yang Sebenarnya
Sulit membayangkan Arthur sebagai tokoh sejarah. Kisah hidupnya terlalu banyak dibumbui hal-hal gaib dan mistik. Dalam versi aslinya yang memang berbentuk legenda, Arthur digambarkan sebagai pemimpin kelompok pahlawan super. Tempat tinggalnya dipenuhi makluk-makluk aneh, raksasa dan berbagai keajaiban. Menurut kisah Cai and Bedwyr, Arthur tinggal di bagian paling liar dari daratan Britania. Arthur juga dilukiskan sebagai pelindung negerinya, pembunuh raksasa dan penyihir, pemburu binatang buas seperti babi hutan raksasa, unicorn (kuda bertanduk satu), kucing buas, naga terbang dan pembebas para tawanan. Setelah kematiannya di Camlann, Arthur juga dipercaya akan hidup kembali dari Pulau Avalon.
Meskipun banyak yang menganggap Arthur hanya tokoh rekaan, masih banyak juga yang percaya tokoh ini benar-benar pernah hidup. Golongan terakhir ini yakin Arthur hidup pada masa berakhirnya penjajahan Romawi di Inggris, pada sekitar abad ke-5 sampai 6 Masehi. Jika benar-benar ada, siapakah Arthur yang sebenarnya? Sampai saat ini tidak ada yang mengetahuinya secara pasti. Tetapi banyak tokoh sejarah yang dikait-kaitkan dengan Arthur. Tokoh yang sering disebut-sebut sebagai Arthur yang asli adalah Lucius Artorius Castus. Castus adalah komandan pasukan Romawi dari Sarmatian. Ia pernah memimpin pemadaman pemberontakan di Gaul (Perancis). Nama tengahnya, Artorius, mungkin kemudian dipakai sebagai nama gelar bagi para pahlawan abad ke-5 Masehi. Dari sinilah legenda Raja Arthur dimulai.
Mungkin saja asal muasal cerita ini berasal dari legenda Scytia. Budaya Scytia masuk ke Inggris pada abad ke-2 saat sekelompok pasukan berkuda dari Sarmatian (kaum Scytia) dibawa masuk oleh Arturius Castus ke Inggris Utara. Orang-orang Scytia adalah bangsa nomaden dari Eurasia. Kisah Arthur persis sama dengan legenda Bartraz dari Scytia. Kisah-kisah pedang Excalibur, pencarian cawan suci (Holy Grail) dan kembalinya pedang Excalibur ke dalam danau, juga banyak ditemukan dalam kisah-kisah kaum Scytia.
Riothamus dan Maximus
Kandidat kedua adalah Riothamus, pahlawan pertempuran Deols di Poitou. Menurut sejarawan Geoffrey Asshe, seorang sejarawan yang banyak meneliti naskah kuno tentang Arthur, panglima perang Romawi ini memang dikenal gagah berani. Lalu apa hubungannya dengan nama Arthur? Namanya sama sekali tidak mirip dengan Arthur. Ternyata Arthur adalah nama baptisnya. Sayangnya, nasibnya berakhir tragis saat menumpas pemberontakan bangsa Visigoth di Burgundy pada tahun 470 M. Padahal dalam babad klasiknya, Arthur justru gugur dalam pertempuran di Camlann pada tahun 539 M. Mungkin legenda Arthur terinspirasi oleh kisah kepahlawananya. Kemungkinan lainnya, setelah Riothamus gugur, kesatuan miliknya yang bernama Artorius tetap hidup dan merekrut anggota baru. Pasukan ini bertempur di Badon dan akhirnya jatuh akibat konflik internal di Camlann. Tokoh lainnya yang disebut-sebut sebagai Raja Arthur asli adalah Kaisar Maximus atau Maxen Wladig dari Spanyol. Konon ia pernah menaklukkan Romawi sebelum akhirnya tertangkap dan dieksekusi oleh Kaisar Romawi sendiri.
Menelusuri sejarah Arthur dari kesamaan namanya saja bisa menimbulkan kesulitan tersendiri. Maklumlah, saat itu di daratan Britania banyak raja yang namanya mirip-mirip dengan nama Arthur. Ambil contoh saja Raja Arthwys dari Pennine, Raja Arthwyr dari Dyfed, Raja Anwn dari Glamorgan dan Raja Artwys dari Glywyssing dan Gwent. Mungkin salah satu diantara nama-nama itu adalah Arthur yang asli. Tetapi mungkin juga tidak ada satu pun yang merupakan Arthur yang sesungguhnya.
Bila Arthur memang benar-benar ada, bagaimana dan di mana peninggalannya? Banyak reruntuhan yang disebut-sebut sebagai peninggalan masa Arthur. Arthur selalu dihubungkan dengan berbagai tempat di Inggris bagian Selatan. Berbagai lokasi seperti benteng Tintagel, Cadbury, Glastonbury dan hingga Stonehenge dianggap sebagai peninggalan Raja Arthur. Sayangnya bukti-bukti sejarah tidak mendukung teori ini. Lantas di mana Camelot yang sebenarnya? Kalau ditilik dari sejarah masa itu, mungkin saja Camelot bukanlah nama sebuah negara atau kota seperti yang diyakini sebagian besar orang saat ini. Mengingat orang-orang Arthur adalah bangsa pengembara yang selalu berpindah-pindah, Camelot bisa saja merupakan kelompok karavan masyarakat nomaden ini atau bahkan mungkin nama sebuah kelompok masyarakat.
Menyingkap sisi sejarah Arthur melalui penggalian peninggalan-peninggalan kuno memang sangat sulit. Bangunan yang umum pada zaman Arthur sebagian besar dibuat dari kayu. Sayangnya kayu mudah sekali membusuk sehingga nyaris tidak mungkin ditemukan lagi sisanya. Penggalian makam juga bukan alternatif yang baik. Saat itu Inggris sudah dikristenkan sehingga kebiasaan menguburkan mayat dengan peti besar dan menaruh berbagai peralatan di dalamnya sudah lama ditinggalkan. Kebiasaan itu digantikan dengan penguburan dengan membuat lobang dangkal yang kemudian ditutupi tumpukan batu (dikenal sebagai cairn). Sialnya lagi, Inggris bagian Utara didominasi daerah berawa-rawa. Jika banjir datang, peninggalan yang terpendam di dalam lapisan tanah akan hanyut dan hancur. Alternatif yang masih ada mungkin meneliti benteng-benteng dari batu atau mempelajari naskah-naskah kuno.
Pengaruh Perancis
Orang yang paling banyak mempengaruhi cerita klasik Raja Arthur seperti yang kita kenal saat ini adalah Geoffrey of Monmouth. Dalam buku History of The Kings of Britain yang ditulisnya pada tahun 1139, Geoffrey menceritakan kembali dongeng raja Arthur dengan lebih detail. Sebenarnya buku ini dimaksudkan sebagai buku sejarah. Sayangnya banyak informasi sejarah yang dicampur aduk dengan legenda dan mistik. Bagian awal buku ini menceritakan mitologi Celtic dan kisah dewa-dewanya. Bagian selanjutnya menceritakan raja-raja pertama Celtic seperti Bladud, Leir, Belenus, Brennius dan lain-lain. Lalu secara tiba-tiba Geoffrey menuturkan sejarah yang sesungguhnya, dimulai dari invasi Julius Caesar ke Kepulauan Inggris pada tahun 55 SM hingga masa kejayaan pemerintahan Raja Arthur.
Geoffrey of Monmoth meneruskan tradisi Arthur kaum Wales dengan menambahkan beberapa tokoh baru. Banyak tokoh penting dalam kisah raja Arthur dan ksatria meja bundar yang kita kenal sekarang ternyata dicomot dari beberapa dongeng kuno lainnya dan dimasukkan begitu saja dalam cerita Arthur dan kstaria meja bundarnya. Misalnya, tokoh Merlin (penasehat Arthur) berasal dari legenda Myrddin. Menurut cerita aslinya Merlin adalah orang liar yang hidup di hutan Caledonia. Lancelot du Lac berasal dari dongeng Celtic, Lady of the Lake (peri danau). Dengan penambahan yang sembrono itu, maka jadilah kisah Arthur yang amburadul dan semakin jauh dari aslinya. Sialnya justru kisah gado-gado inilah yang saat ini banyak dikenal orang.
Cerita Arthur klasik juga dipengaruhi gaya Perancis. Di tangan penyair Perancis, Chretien de Troyes, kisah Arthur menjadi semakin rumit. Dalam bukunya yang berjudul Le Chevalier de la Charette, karakter-karakter seperti yang dikenal sekarang, mulai banyak bermunculan. De Troyes juga menerjemahkan nama-nama Wales menjadi Perancis. Cerita versi de Troyes inilah yang kini menjadi dasar cerita klasik Arthur. Kisah Lancelot dan piala suci menjadi bagian yang sangat penting dalam cerita versi baru ini. Padahal dalam tradisi bangsa Celtic, kisah cawan suci itu tak dikenal sama sekali.
Chretien de Troyes mengubah total tokoh-tokohnya dari para tuan tanah Wales kuno menjadi kaum ksatria berkuda dari abad ke-12 dan 13 M. tentu saja setting sejarah baru itu mengubah total penampilan tokoh-tokohnya. Hasilnya adalah kisah Ksatria Wales kuno abad 5 dalam versi pasukan berkuda Perancis dari abad ke-13 M.
Pada tahun 1190. lewat Buku Le Roman del’Estoire dou Graal (Joseph d’Arimathie), Robert de Boron menambahkan kisah pencarian cawan suci (Holy Grail) yang menampung darah Yesus oleh ksatria meja bundar. Cerita klasik Arthur menjadi semakin kacau di tangan Thomas Malory. Dalam Buku Le Morte d’Arthur yang ditulisnya pada abad ke-15 M, Malory memermak cerita ini habis-habisan. Arthur versinya adalah Arthur yang memimpin sepasukan ksatria berkuda dan berbaju zirah (besi). Padahal pada masa kehidupan Arthur asli yang berlangsung pada sekitar abad ke-4 dan 5 Masehi, baju zirah belum lagi dikenal di Inggris. Arthur dan ksatria sezamannya mungkin berpakaian sederhana dan tidak sekaya dan semegah seperti yang digambarkan dalam kisah klasik Arthur versi Malory.
Malory pula lah yang mengubah setting Arthur dari masa kegelapan (Dark Age) menjadi ksatria berkuda dari abad pertengahan. Apesnya lagi, bukunya dicetak besar-besaran oleh Penerbit Caxton dan disebarkan secara luas di masyarakat. Akibatnya kebanyakan orang lebih mengenal versi terbaru ini daripada versi aslinya. Di masa pemerintahan Ratu Victoria, cerita yang sudah salah kaprah ini semakin dipatenkan oleh Alfred Lord Tennyson dalam Buku Idylls of the Kings.Dipolitisir Henri II
Ada kalanya dongeng raja Arthur dipolitisir untuk untuk melegitimasi kekuasaan. Raja Henry II Plantagamet yang bertahta pada abad ke-12, merekayasa legenda ini untuk kepentingan tahtanya. Ia memerintahkan para penulis kerajaan untuk menuliskan kembali versi terbaru Raja Arthur sesuai kehendaknya. Ia pun menganggap dirinya sebagai keturunan Raja Arthur yang gagah berani itu. Ketika Henry II meninggal pada tahun 1189 M, para rahib Gereja Glastonbury Abbey mengumumkan bahwa mereka telah menerima wasiat dari sang raja untuk menggali makam Raja Arthur. Dalam wasiatnya, Henry II mengaku mendapat informasi keberadaan makam itu dari para rahib Wales. Yang mengejutkan, makam itu berada di halaman Gereja Glastonbury Abbey!
Para penggali makam kemudian berhasil menemukan peti kayu berisi dua kerangka manusia dan sebuah salib batu. Kerangka itu diyakini sebagai kerangka Arthur dan Guinevere. Pada salib raksasa itu terpahat tulisan, Hic iacet sepultus inclitus rex Arturius in insula Avallonis. Artinya “Di tempat ini bersemayam Raja Arthur, dimakamkan di Pulau Avalon”. Kedua kerangka itu kemudian di simpan di dalam gereja, tetapi kemudian lenyap tak berbekas. Belakangan ketahuan bahwa salib batu dan peti kayu itu bukannya berasal dari abad ke-5 Masehi, tetapi buatan abad ke-12 alias masih baru! Wasiat ini mungkin akal-akalan para rahib Glastonbury Abbey untuk menarik sumbangan bagi pembangunan kembali gereja yang sempat hangus dilalap si jago merah pada tahun 1184 M. Alasannya, Raja Henry II tidak sanggup lagi membantu pembangunannya. Sedangkan penerusnya, Raja Richard (Richard the Lion Hearth), terlalu sibuk dengan urusan perang salib.
Namun nampaknya nama Arthur memang terbukti manjur sebagai pemersatu bangsa. Raja Henry VII tahu betul kedigdayaan nama itu. Seperti pendahulunya, ia juga memanfaatkan nama Arthur untuk melegitimasi kekuasaannya yang mulai goyah dalam suasana negara yang sedang kacau. Nama Arthur sama digdayanya dengan Ratu Adil dan mampu mempersatukan rakyat yang terpecah-pecah. Orang masih percaya bahwa dalam keadaan kacau dan genting, Arthur akan bangun dari peristirahatannya di Avalon dan memimpin bangsanya keluar dari masalah.
Dari legenda ke layar lebar
Kisah Raja Arthur yang kita kenal sekarang merupakan kombinasi antara sejarah dan mitologi. Kisah klasik ini dimulai dengan kisah pembuangan bayi Uther Pendragon. Bayi yang dipungut Merlin ini kelak menjadi Raja Arthur. Arthur membentuk pasukannya, ksatria meja bundar yang terdiri atas 24 ksatria. Belakangan Arthur dikhianati oleh permaisurinya, Guinevere, yang main gila dengan Lancelot du Lac. Saudara tirinya Mordred, juga mencoba merebut kekuasaannya di Camelot saat Arthur dan ksatria meja bundar lainnya sedang mencari Holy Grail. Kisahnya diakhiri dengan peperangan antara Raja Arthur dan Mordred di Camlann. Ketika gugur, jenasahnya dibawa para peri ke Pulau Avalon dan pedangnya dikembalikan ke dalam danau.
Kisah Arthur klasik dibumbui dengan segala sihir dan binatang-binatang mitologi seperti unicorn dan naga terbang. Meskipun nilai sejarahnya diragukan, kisah klasik ini menginspirasi para penulis untuk menuliskan kembali kisahnya dari sudut pandang yang berbeda. Pada tahun 1938, T.H. White menerbitkan Novel The Sword in the Stone. Pada tahun 1982, Marion Zimmer Bradley mengangkat kembali Arthur dalam Novel The Mists of Avalon.
Sineas film pun tak ketinggalan latah mengangkat kisah amburadul ini ke layar lebar. Yang paling terkenal adalah Excalibur (1981) karya John Boorman. Lalu ada film Merlin, The Mists of Avalon dan film kartun The Quest for Camelot. Richard Gere dan Sean Connery muncul dalam Film First Knight (1995). Belakangan Jerry Bruckheimer membuat terobosan berani dengan membuat Film King Arthur (2004) yang dibintangi oleh Clive Owen, Keira Knightley, Hugh Dancy dan Ioan Gruffudd. Berbeda dengan film-film Raja Arthur dan ksatria meja bundar lainnya yang penuh dengan sihir, Bruckheimer mengambil sudut pandang asal mula legenda Arthur, yaitu dari tokoh sejarah Artorius Castus, pemimpin pasukan Sarmatian Romawi yang ditugaskan di Inggris. Hanya saja Bruckheimer masih saja menempelkan tokoh-tokoh klasik macam Guinevere, Lancelot, Galahad, Bors dan Merlin yang masih diragukan keasliannya dalam ceritanya. Sebuah terobosan yang setengah-setengah!
Kisah Raja Arthur yang kita kenal sekarang merupakan kombinasi antara sejarah dan mitologi. Kisah klasik ini dimulai dengan kisah pembuangan bayi Uther Pendragon. Bayi yang dipungut Merlin ini kelak menjadi Raja Arthur. Arthur membentuk pasukannya, ksatria meja bundar yang terdiri atas 24 ksatria. Belakangan Arthur dikhianati oleh permaisurinya, Guinevere, yang main gila dengan Lancelot du Lac. Saudara tirinya Mordred, juga mencoba merebut kekuasaannya di Camelot saat Arthur dan ksatria meja bundar lainnya sedang mencari Holy Grail. Kisahnya diakhiri dengan peperangan antara Raja Arthur dan Mordred di Camlann. Ketika gugur, jenasahnya dibawa para peri ke Pulau Avalon dan pedangnya dikembalikan ke dalam danau.
Kisah Arthur klasik dibumbui dengan segala sihir dan binatang-binatang mitologi seperti unicorn dan naga terbang. Meskipun nilai sejarahnya diragukan, kisah klasik ini menginspirasi para penulis untuk menuliskan kembali kisahnya dari sudut pandang yang berbeda. Pada tahun 1938, T.H. White menerbitkan Novel The Sword in the Stone. Pada tahun 1982, Marion Zimmer Bradley mengangkat kembali Arthur dalam Novel The Mists of Avalon.
Sineas film pun tak ketinggalan latah mengangkat kisah amburadul ini ke layar lebar. Yang paling terkenal adalah Excalibur (1981) karya John Boorman. Lalu ada film Merlin, The Mists of Avalon dan film kartun The Quest for Camelot. Richard Gere dan Sean Connery muncul dalam Film First Knight (1995). Belakangan Jerry Bruckheimer membuat terobosan berani dengan membuat Film King Arthur (2004) yang dibintangi oleh Clive Owen, Keira Knightley, Hugh Dancy dan Ioan Gruffudd. Berbeda dengan film-film Raja Arthur dan ksatria meja bundar lainnya yang penuh dengan sihir, Bruckheimer mengambil sudut pandang asal mula legenda Arthur, yaitu dari tokoh sejarah Artorius Castus, pemimpin pasukan Sarmatian Romawi yang ditugaskan di Inggris. Hanya saja Bruckheimer masih saja menempelkan tokoh-tokoh klasik macam Guinevere, Lancelot, Galahad, Bors dan Merlin yang masih diragukan keasliannya dalam ceritanya. Sebuah terobosan yang setengah-setengah!
Tiada ulasan:
Catat Ulasan